- Diposting oleh : Lptq Sumut
- pada tanggal : Desember 16, 2025
Setelah pembukaan resmi Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2025, LPTQ Sumut menggelar Sarasehan bertema penguatan pembinaan tilawatil Qur’an sebelum peserta memasuki pembahasan kerja komisi.
Sarasehan ini menghadirkan Qari Internasional K.H. Fadlan Zainuddin serta Hakim Nasional MTQ Al-Hafidz K.H. Irham Taufik, dan diikuti oleh pengurus LPTQ kabupaten/kota se-Sumatera Utara serta unsur terkait lainnya.
Kegiatan ini dirancang sebagai forum reflektif untuk memperkuat arah kebijakan pembinaan MTQ di daerah, khususnya dalam menjawab tantangan pemerataan kualitas pembinaan, perhakiman, dan pemanfaatan sarana pembelajaran yang semakin terbuka di era digital.
Dalam pemaparannya, Qari Internasional K.H. Fadlan Zainuddin menekankan bahwa pembinaan potensi lokal harus menjadi prioritas utama LPTQ di semua tingkatan. Menurutnya, perkembangan teknologi informasi telah menghapus sebagian besar hambatan yang selama ini kerap dijadikan alasan dalam pembinaan qari dan qariah di daerah.
Ia menyampaikan bahwa saat ini sarana pembinaan sudah sangat mudah diakses. Platform digital seperti YouTube, Zoom, dan berbagai media pembelajaran daring lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas bacaan, pemahaman lagu, serta penguasaan teknik tilawah. Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan keterbatasan fasilitas untuk tidak melakukan pembinaan secara berkelanjutan.
Lebih lanjut, K.H. Fadlan menjelaskan bahwa pembinaan MTQ idealnya dilakukan secara terpadu melalui tiga tahapan utama, yakni pembinaan pra-MTQ, pembinaan saat MTQ berlangsung, dan pembinaan purna MTQ. Pembinaan pra-MTQ diarahkan pada penyiapan potensi, penguatan teknik, serta pematangan mental peserta. Sementara itu, pembinaan pada saat MTQ bertujuan menjaga performa, konsistensi, dan etika peserta selama perlombaan. Adapun pembinaan purna MTQ menjadi kunci untuk menjaga kesinambungan kualitas dan mendorong regenerasi qari dan qariah di daerah.
Selain aspek pembinaan peserta, K.H. Fadlan juga menyoroti pentingnya pemerataan perhakiman MTQ secara nasional. Ia menegaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kejuaraan MTQ di berbagai daerah harus diimbangi dengan distribusi hakim yang adil dan proporsional, agar seluruh daerah memperoleh perlakuan penilaian yang setara.
Dalam pandangannya, rekomendasi hakim MTQ sebaiknya dilakukan melalui satu pintu, yakni LPTQ, guna menjaga standar kualitas dan integritas perhakiman. Sistem rekomendasi satu pintu ini dinilai penting untuk memastikan bahwa hakim yang ditugaskan benar-benar memiliki kompetensi, pengalaman, serta komitmen terhadap nilai-nilai keadilan dan profesionalisme.
K.H. Fadlan juga menegaskan bahwa perhakiman MTQ harus bersifat independen dan mandiri. Ia menyampaikan bahwa secara kuantitas, Indonesia sejatinya tidak kekurangan sumber daya hakim maupun pelatih MTQ. Dengan asumsi terdapat tiga qari dan tiga qariah di setiap provinsi, maka secara nasional tersedia sekitar 168 qari dan 168 qariah. Bahkan pada perhitungan minimal, setidaknya terdapat 75 qari dan 75 qariah yang dapat berperan dalam perhakiman dan pembinaan.
Menurutnya, angka tersebut menunjukkan bahwa tantangan utama bukan pada ketersediaan sumber daya manusia, melainkan pada sistem pengelolaan, pemerataan penugasan, dan konsistensi pembinaan. Oleh karena itu, LPTQ di semua tingkatan diharapkan mampu membangun tata kelola yang rapi, transparan, dan berorientasi pada pemerataan mutu.
Sarasehan ini menjadi bagian penting dari rangkaian Rakerwil LPTQ Sumut karena memberikan landasan konseptual sebelum pembahasan program kerja dilakukan. Gagasan-gagasan yang disampaikan diharapkan dapat menjadi rujukan dalam merumuskan kebijakan pembinaan yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan.
Melalui kegiatan ini, LPTQ Sumut menegaskan komitmennya untuk terus mendorong pengembangan potensi tilawatil Qur’an yang merata di seluruh daerah, sejalan dengan semangat profesionalisme, keadilan perhakiman, dan pemanfaatan sarana pembinaan yang semakin terbuka.
Sementara itu, kehadiran Hakim Nasional Al-Hafidz K.H. Irham Taufik dalam sarasehan ini turut memperkaya perspektif peserta, terutama dalam hal penguatan arah kebijakan dan tata kelola LPTQ ke depan. Materi yang disampaikan menitikberatkan pada kebutuhan peningkatan mutu kelembagaan secara terencana, terukur, dan berkelanjutan, seiring dengan tantangan pembinaan tilawatil Qur’an yang semakin kompleks.
Peningkatan mutu menjadi pokok pertama yang ditekankan. Dalam hal ini, LPTQ dipandang perlu membuka ruang kerja sama yang lebih luas dengan kalangan akademisi dan peneliti. Kolaborasi tersebut penting untuk membantu LPTQ dalam merumuskan standar pembinaan yang jelas, baik dari sisi proses maupun hasil. Standar yang dirumuskan secara sistematis akan menjadi pijakan bersama dalam pelaksanaan program pembinaan di seluruh daerah.
Selain penetapan standar, peningkatan mutu juga memerlukan perumusan indikator-indikator yang terukur. Indikator ini berfungsi sebagai alat evaluasi untuk menilai sejauh mana program pembinaan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya indikator yang jelas, LPTQ diharapkan mampu melakukan evaluasi secara objektif dan berkelanjutan, serta melakukan perbaikan program secara tepat sasaran.
Materi berikutnya menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antar-LPTQ kabupaten dan kota se-Provinsi Sumatera Utara. Sinergi ini dipandang sebagai kunci untuk memperkuat pembinaan secara merata dan menghindari ketimpangan antarwilayah. Melalui kolaborasi yang baik, LPTQ daerah dapat saling berbagi pengalaman, menyelaraskan program, dan memperkuat jejaring pembinaan tilawatil Qur’an.
Sinergi antar-LPTQ juga diposisikan sebagai upaya membangun kesatuan arah dan visi pembinaan di tingkat provinsi. Dengan koordinasi yang kuat, program-program pembinaan tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling melengkapi dan memperkuat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kerja LPTQ secara keseluruhan.
Selain sinergi, LPTQ juga dituntut untuk terus melakukan pembaruan. Materi yang disampaikan menegaskan bahwa LPTQ harus selalu “update” terhadap perkembangan metode pembinaan, pendekatan organisasi, serta dinamika MTQ di tingkat regional dan nasional. Sikap terbuka terhadap pembaruan dinilai penting agar LPTQ tidak tertinggal dan tetap relevan dengan kebutuhan pembinaan saat ini.
Pembaruan tersebut mencakup cara kerja, pola pembinaan, serta pemanfaatan berbagai sarana pendukung yang tersedia. Dengan pembaruan yang berkelanjutan, LPTQ diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan pembinaan dan menjawab tantangan yang muncul seiring perkembangan zaman.
Poin terakhir yang ditekankan adalah perlunya pola kerja yang proaktif melalui pendekatan jemput bola. LPTQ tidak hanya menunggu potensi muncul, tetapi harus aktif menjangkau, memetakan, dan membina potensi qari dan qariah di daerah. Pendekatan jemput bola ini dipandang penting untuk memastikan bahwa seluruh potensi yang ada, termasuk yang berada di wilayah pinggiran, dapat teridentifikasi dan memperoleh pembinaan yang layak.
Pendekatan proaktif tersebut juga diharapkan dapat mendorong pemerataan pembinaan dan prestasi antarwilayah. Dengan menjangkau langsung potensi di lapangan, LPTQ dapat memperluas basis pembinaan sekaligus memperkuat regenerasi secara berkelanjutan.
Sarasehan yang menjadi bagian dari rangkaian Rakerwil LPTQ Sumut ini memberikan penguatan konseptual sebelum pembahasan kerja komisi dilakukan. Gagasan-gagasan yang disampaikan diharapkan dapat diterjemahkan ke dalam program kerja yang konkret, terukur, dan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Dengan berakhirnya sesi sarasehan, Rakerwil LPTQ Sumut kemudian dilanjutkan dengan agenda pembahasan komisi. Melalui rangkaian kegiatan ini, LPTQ Sumut menegaskan komitmennya untuk membangun pembinaan tilawatil Qur’an yang berorientasi pada peningkatan mutu, sinergi kelembagaan, pembaruan berkelanjutan, serta pemerataan pembinaan di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara.


